Thursday, December 31, 2009

Filosofi Perancangan Struktur Lepas Pantai

Perkembangan Industri perminyakan lepas pantai di Indonesia sudah dimulai sejak dahulu, perkembangan dan pertumbuhan industri tersebut memang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari banyaknya Offshore Structure yang ada dan yang sudah tidak beroperasi karena cadangan minyak dan gas yang telah habis. Salah satu teknologi untuk mensupport semua itu maka teknologi dan industri anjungan lepas pantai sangat diperlukan. Pada umumnya karakteristik wilayah perairan indonesia memiliki kedalaman laut yang relatif dangkal dengan cadangan reservoir yang besar, sehingga anjungan lepas pantai yang paling sesuai adalah jenis jacket platform.
Pada struktur banguanan lepas pantai yang sedang beroperasi termasuk type jacket platform, beban yang diterima secara vertikal (aksial load) dan horizontal (vertkal Load) merupakan jenis dari pembebanan statis dan dinamis. Beban vertikal berupa beban dari deck, beban peralatan yang berada diatasnya dan beban strukturnya sendiri. Sedangkan beban horizontal berupa beban angin, gelombang, dan arus laut. Dalam pembangunan struktur lepas pantai harus melalui tahap perancangan. Secara umum, proses perancangan anjungan lepas pantai terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
1) Pengumpulan data karakteristik lingkungan.
2) Penentuan konfigurasi struktur.
3) Penentuan respon struktur terhadap beban yang bekerja.
4) Analisa struktur.

Wednesday, December 30, 2009

Waspadai Tsunami di Sekitar Anda

Pendahuluan

Kata ‘tsunami
Tsunami berasal dari tsu (pelabuhan) dan nami (gelombang)
'akhir-akhir ini semakin popular dan dikenal di masyarakat dan tampaknya tsunami telah menjadi kosakata baru yang kian akrab didengar dari berbagai media apalagi setelah terjadi bencana tsunami di Aceh.

Peristiwa tsunami di Aceh merupakan bencana tsunami terbesar di sepanjang sejarah tragedi manusia yang menghancurkan bangunan, jalan dan fisik lain serta menimbulkan korban manusia hingga tewas dan hilang. Hampir setiap hari media massa baik dalam dan luar negeri memberitakan peristiwa besar dan bersejarah bagi tragedi kemanusiaan di Aceh dan Sumatera Utara ini. Secara psikis pemberitaan yang berlebihan dan terus menerus membuat orang-orang yang berada dan tinggal di pantai menjadi cemas. Kecemasan dan kepanikan menjadi berlebihan ketika terjadi gempa bumi di sekitar pantai. Orang-orang menjadi cemas dan bias berubah menjadi kepanikan massal. Kondisi ini sangat tidak kondusif bagi stabilitas keamanan dan ketertiban social. Adalah lebih baik bila fenomena alam seperti tsunami dapat dikenali dan dipahami dengan baik.

Sebenarnya apa itu tsunami? Apa penyebab terjadinya tsunami? Apakah bencana tsunami dapat dicegah dan dihindari? Ikuti selanjutnya pembahasan mengenai tsunami.

Pengertian "Tsunami"?

Sebenarnya apa itu tsunami? Banyak orang salah pengertian mengenai tsunami bahwa tsunami disebabkan oleh badai angin atau badai hujan yang deras atau bahkan badai ombak laut yang besar.

Secara etimologi
etimologi adalah ilmu asal usul kata.
  istilah tsunami
Tsunami berasal dari tsu (pelabuhan) dan nami (gelombang)
berasal dari bahasa Jepang yang berarti pelabuhan (tsu) dan glombang (nami). Tsunami adalah peristiwa datangnya gelombang laut yang tinggi dan besar ke daerah pinggir pantai setelah beberapa saat terjadi gempa bumi, letusan gunung berapi dan tanah longsor di dasar laut serta dampak meteorit. Istilah ini bermula diciptakan oleh para nelayan Jepang ketika mereka kembali ke pelabuhan untuk menemukan daerah sekitar pantai yang dihantam gelombang yang tinggi dan besar.






GAMBAR: PANTAI


Ciri-ciri Tsunami

Tsunami berbeda dengan badai angin atau badai hujan yang deras atau bahkan topan yang keras dapat menghancurkan rumah dan menimbulkan korban jiwa. Tsunami juga bukan gelombang ombak besar disertai angin keras dan kuat dari lautan.

Tsunami dapat dikenali dari beberapa ciri yang dimilikinya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut.

    * ketika terjadi gempa bumi, letusan gunung berapi dan tanah longsor di dasar laut serta dampak meteorit, a ir laut seketika berangsur surut atau naik secara mendadak dari garis pantai.
    * gelombang air laut bergerak dengan cepat.
    * memiliki gelombang pasang yang tinggi amplitudonya dan panjang. Dalam beberapa kasus amplitudo gelombang dapat mencapai 50 meter. Sedangkan panjang gelombang mencapai ribuan kilometer. Kapal kapal di tengah laut tidak merasakan adanya tsunami
    * gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan mencapai 500 sampai 1000 km perjam, tergantung dengan kedalaman laut . Biasanya membawa material lumpur laut yang cukup banyak
    * Biasanya gelombang laut itu akan menghantam pantai atau pelabuhan terdekat dalam waktu 10 sampai 30 menit.
    * berpotensi besar menghantam pantai atau pelabuhan laut yang terdekat dengan sumber tsunami.
    * Gelombang tsunami biasanya berlapis-lapis. Setiap lapisan gelombang memiliki panjang gelombang sekitar 150 meter dan membutuhkan periode waktu sekitar 10 detik.


Gambar Tsunami

Proses Tsunami
Bagaimana sih terjadinya tsunami? Ketika terjadi gempa bumi, letusan gunung berapi dan tanah longsor di dasar laut gerakan ataupun dampak meteorit, air laut menjadi bergerak terjadi deformasi vertikal dasar laut sehingga menga kibatkan perbedaan tinggi permukaan laut. Proses untuk mencapai keseimbangan kembali ini menimbulkan gelombang laut yang diperkirakan mencapai 50 meter tingginya. Sedangkan panjang gelombang mencapai ribuan kilometer dengan kecepatan gelombang bergerak mencapai 500 sampai 1000 km perjam. Biasanya gelombang laut itu akan menghantam pantai atau pelabuhan terdekat dalam waktu 10 sampai 30 menit setelah terjadinya penyebab tsunami.



ANIMASI TERJADINYA PROSES TSUNAMI

Gelombang tsunami ini bergerak dari dari dasar laut hingga permukaan laut, dan ikut membawa material dasar laut yang biasanya mengandung lumpur berwarna hitam pekat. Gelombang besar yang memiliki kekuatan sangat besar ini secara simultan dan bersamaan bergerak cepat menghantam pelabuhan atau pantai terdekat bahkan bisa lebih jauh tergantung kekuatan tsunami yang dimilikinya. Bahan dasar laut atau lumpur dari dasar laut ikut tersapu dan terdorong oleh gelombang tsunami menambah kekuatan tsunami sehingga kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. Cobalah perhatikan korban tsunami yang ada di Aceh. Para korban tampak kotor dan agak hitam, karena berlumuran lumpur yang berasal dari dasar lautan yang ikut bergerak disapu gelombang tsunami.

Tempat-tempat terjadinya Tsunami

Dalam sejarahnya, banyak sekali tempat yang dihantam tsunami; biasanya adalah tempat-tempat yang berdekatan dengan pantai. Misalnya pada tahun 1960 terjadi tsunami di Chili yang diakibatkan oleh gempa bumi berkekuatan 9,5 skala Richter . Pada tahun 1575 juga terjadi tsunami besar di daerah ini. Terakhir dan terbesar adalah yang terjadi di Aceh – Indonesia yang menimbulkan korban jiwa mencapai 300.000 orang baik yang tewas maupun yang hilang.

Menurut sejarahnya peristiwa tsunami pertama kali dapat dicatat adalah ketika tahun 6100 sebelum Masehi terjadi di Lautan Atlantic Utara akibat dari pergeseran dasar laut sehingga menimbulkan pergeseran tanah di dasar laut.

Tahun 1650 - Terjadi letusan gunung berapi Santorini Pulau Yunani yang mengakibatkan tsunami 100 m sampai 150 m yang menghancurkan teluk utara pulau Kreta di Yunani.

Tahun 1755 - Bencana tsunami terjadi di Lisbon Portugal yang didahului setengah jam sebelumnya oleh gempa bumi. Sekitar sepertiga penduduk Lisbon ketika itu menjadi korban keganasan tsunami.




GAMBAR KORBAN DI ACEH

Tahun 1883 – Gunung Krakatau meletus yang memuntahkan lahar panas sehingga mengakibatkan badai tsunami besar. Diperkirakan tinggi tsunami mencapai 40 meter dari permukaan laut. Bencana ini mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa manusia dan musnahnya kehidupan hewan dan tumbuhan untuk jangka waktu lama.

Tahun 1960 – Tsunami Chili sebagai akibat gempa bumi berkekuatan 9,5 skala Richter. Tinggi gelombang tsunami mencapai 25 meter. Bencana tsunami Chili ini merupakan salah satu bencana tsunami paling besar sepanjang abad 20.

1964 – Tsunami Alaska yang disebut sebagai tsunami Jumat Baik karena terjadi pada hari Jumat. Tsunami ini terjadi karena ada gempa bumi yang berkekuatan sekitar 9,2 skala Richter dan tsunami ini memiliki tinggi gelombang setinggi enam meter.

004 Tsunami Lautan India atau dikenal dengan tsunami Aceh Indonesia, karena korban terbesar adalah wilayah Aceh. Bencana tsunami Aceh ini ada juga yang menyebutnya Tsunami Hari Natal (Chrismast Tsunami) tyerjadi karena terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, sehari setelah Hari Natal dimulai dengan gempa bumi dengan kekuatan 9,0 skala Richter. Gelombang tsunami menghantam Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Langka, Maldives, Somalia, Kenya dan Tanzania di timur Afrika. Jumlah korban jiwa yang diakibatkan tsunami ini berkisar 300 ribu jiwa.


Peringatan dan Pencegahan dari tragedi tsunami

Tsunami merupakan fenomena alam yang biasa terjadi namun hampir sedikit sekali dapat diprediksi terjadinya tsunami. Oleh karena itu ketika tsunami terjadi akan banyak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Namun demikian untuk menghindari bahaya tsunami dapat dilakukan dengan memberikan peringatan sedini mungkin pada orang-orang yang tinggal dan berada di sekitar pantai. Di beberapa pantai yang kerap terjadinya tsunami seperti di pantai-pantai Jepang dan Amerika telah dipasangi papan peringatan tentang terjadinya potensi tsunami. Awas Tsunami!. Di beberapa tempat malah dipasang system alarm yang menghubungkan peralatan deteksi tsunami dari instansi berwenang memberikan peringatan. Di beberapa pantai di Jepang malah telah dibuat dinding beton penghalau agar dapat mengurangi laju tsunami, juga dibangun tempat tempat pengungsian . Dengan cara-cara ini potensi kerusakan yang akan ditimbulkan oleh tsunami dapat dikurangi.


GAMBAR PAPAN PERINGATAN DI PANTAI

Cara lain adalah dengan menjaga kelestarian dan keutuhan pepohonan yang ada sekitar pantai. Bila lahan sekitar pantai sudah gundul atau berkurangnya pepohonan maka perlu adanya upaya reboisasi. Reboisasi dilakukan sepanjang garis pantai. Makin banyak pohon yang ada dan ditanam di sekitar pantai membuat laju tsunami makin berkurang dan terhambat sehingga mengurangi kerusakan yang ditimbulkan tsunami.



GAMBAR HUTAN MANGROVE DI PANTAI

Penutup

Tsunami merupakan salah satu fenomena alam yang tidak bisa dicegah kejadiannya. Oleh karena itu manusia harus mengenali cirri ciri dan proses kejadian tsunami untuk menghindari kerusakan pada fisik dan mengurangi korban jiwa manusia. Semoga materi ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai fenomena alam terutama tsunami. Wasalam.

Anjungan Lepas Pantai Laut Dalam

Apa itu Tension Leg Platform? Jenis struktur terpancang seperti jacket steel structure dan gravity base structurehanya mampu digunakan dalam batas kedalaman sedang, yaitu hingga sekitar 400 m. Demikian juga dengan beberapa struktur turunannya, yaitu yang berada dalam kategoribottom-supported compliant structures seperti jenis Articulated dan Guyed Towers, hanya bisa diaplikasikan pada perairan dengan kedalaman beberapa ratus meter lebih dalam. Jika perairannya semakin dalam (lebih dari 1000 m), maka hanya jenis sistem terapung seperti FPSO, FPF, TLP dan SPAR/DDCV, atau sistem bawah laut sajalah yang secara teknis maupun ekonomis layak untuk dioperasikan.

Selain teknologi struktur terapung itu sendiri, beberapa teknologi lainnya yang terkait dengan sistim terapung tersebut antara lain adalah catenary mooring, taut mooring dan tension leg mooring, flexible risers serta control umbilicals. Teknologi seperti itulah yang akan sangat mempengaruhi efektifitas biaya dalam pengembangan ladang di laut-dalam, dan juga nantinya akan sangat memegang peranan dalam pengembangan ladang minyak dan gas di area perairan sangat-dalam (ultra deepwater fields) yaitu yang mencapai lebih dari 2000 m. (Hirayama dkk, 2002).

Sebagaimana dijelaskan di atas, Tension Leg Platform (TLP) adalah salah satu jenis struktur lepas pantai yang dapat dikelompokkan ke dalam golongan compliant structures yang mana jenis ini sangat cocok dipakai di perairan dalam. Karakteristik utama TLP yang berbeda dengan jenis struktur terpancang (fixed jacket type) adalah sifat respon TLP yang sangat lentur terhadap gaya-gaya luarnya. Dengan kata lain, responnya cenderung bersifat “ikut bergerak” bersama gelombang dari pada harus “menahan gelombang” secara kaku. Dengan demikian, keadaannya akan menjadi lebih baik jika harus berada di perairan dalam yang mana kondisi lingkungan yang lebih berat.


Gambar 1. Sket dari bagian-bagian penyusun sebuah anjungan Tension Leg Platfom. (API RP 2T, 1997).

Secara struktural, struktur utama TLP tersusun dari komponen-komponen platform, tendon (tether) dan template seperti ditunjukkan pada Gambar 4.Platform merupakan struktur pengapung yang di atasnya terdapat geladak (deck) tempat dimana fasilitas produksi dan tempat tinggal pekerja berada.Platform tersusun dari ponton dan kolom yang bisa memberikan daya apung yang cukup untuk menjaga agar deck selalu berada di atas permukaan air bagaimanapun kondisi lautnya. Kolom ini diikat ke dasar laut dengan tendon dan dipancangkan dengan template. Daya apung platforminilah yang memberikan gaya-tarik (tension) pada tendon, yang selanjutnya berfungsi sebagai gaya pengembali (restoring force) bagi struktur TLP terhadap beban-beban luar.

Dalam masa operasinya, draft dari platform relatif tinggi (sekitar dua kali) dari hull apungnya. Sistem penambatannya yang kaku menyebabkan gerakan platform pada saat terkena gelombang menjadi terbatas dalam arah heave, pitch dan roll. Kekakuan tendon yang tinggi juga menyebabkan periode natural dalam arah gerakan tersebut sangat kecil. Geometri dari hulldan penempatan tendon biasanya dibuat simetris agar periode roll danpitch-nya sama. Biasanya periode natural TLP dalam arah heave dan pitchuntuk aplikasi perairan dalam (lebih dari 1000 ft) adalah antara 1 sampai 5 detik. Sebaliknya, struktur TLP cukup lentur dalam arah surge karena gaya pengembali pada tendon dalam arah ini umumnya kecil. Periode natural TLP dalam arah surge (atau sway) adalah cukup besar yaitu dalam orde 100 detik atau lebih.


Gambar 2. Skema gaya-gaya yang bekerja pada TLP

Secara umum, gaya lingkungan yang bekerja pada struktur lepas pantai, termasuk TLP, adalah berupa gaya gelombang, arus, angin dan gaya akibat pasang surut air laut sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5. Beban-beban lingkungan tersebut selengkapnya terdiri dari (i) Gaya Gelombang (Wave Forces), meliputi : Wave frequency forces, Low frequency forces(First and second-order drift force dan Wave drag force), Hight frequency forces (Second order potential flow force, Vortex shedding force dan Drag force); (ii) Gaya Arus (Current Forces) yang mencakup : Current drag forcedan Coexisting wave and current drag force; (iii) Gaya Angin (Wind Forces), meliputi : Fluctuating wind force dan Steady wind force (Faltinsen dan Demirbilek, 1989). Disamping itu dalam kondisi tertentu bisa terjadi beban gempa bumi (earthquake force). Dalam kondisi yang sesungguhnya, semua gaya-gaya di atas cenderung terjadi secara simultan, sehingga untuk suatu analisis dan perancangan yang komprehensif, maka sebaiknya semua gaya-gaya yang mungkin terjadi di atas harus dipertimbangkan. Namun biasanya, untuk tujuan-tujuan analisis tertentu, hanya gaya-gaya tertentu saja yang dianggap paling dominan yang dipertimbangkan.

Angin, gelombang dan arus menyebabkan TLP cenderung berosilasi terhadap suatu posisi offset-nya dari pada terhadap posisi vertikalnya.Offset dalam arah surge terkait dengan “set down” yaitu turunnya TLP dalam arah heave yang berakibat bertambahnya daya apung sehingga gaya-tarik pada tendon menjadi lebih besar dari pada dalam posisi vertikalnya. Sementara itu efek orde yang lebih tinggi akibat sifat non-linier alami dari gelombang dan strukturnya akan mempengaruhi respon dinamisnya (Bar-Avi, 1999).

Era Teknologi Laut-dalam Indonesia

Dalam skala dunia, pengembangan ladang minyak dan gas lepas pantai di perairan-dalam sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 1990-an. Data dalam Gambar 6 memperlihatkan pengembangan ladang produksi di perairan dengan kedalaman lebih dari 300 m. Dalam grafik tersebut terlihat dengan jelas laju pertambahannya yang sangat pesat. Sementara sebaran instalasi TLP diseluruh dunia dapat dilihat dalam Gambar 7.


Gambar 3. Pertumbuhan ladang minyak dan gas bumi di perairan-dalam



Gambar 7. Sebaran instalasi TLP di seluruh dunia, termasuk Indonesia (Majalah Offshore Engineering)

Dalam konteks Indonesia, barangkali tren “Teknologi Laut-dalam” ini makin keras gaungnya segera setelah diinstalnya anjungan TLP-A pada tahun 2003 oleh sebuah perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia, di ladang West Seno di perairan Selat Makasar pada kedalaman laut sekitar 1000 m. Anjungan ini menjadi anjungan TLP pertama yang diinstall dan dioperasikan di Indonesia. Momentum ini menjadi sangat monumental bagi bangsa Indonesia, yaitu dapat dijadikan sebagai pintu gerbang mulai masuknya komunitas lepas-pantai Indonesia ke dalam era baru, “Era Teknologi Laut-dalam”. Hal ini akan semakin terasa dengan mulai dioperasikannya juga beberapa jenis FPSO dan FPU di perairan lainnya di Indonesia.

Tentunya kondisi ini sangat menggembirakan bagi perkembangan teknologi kelautan di Indonesia pada umumnya dan teknologi bangunan lepas pantai pada khususnya. Namun disisi lain, mulai saat itu juga, dan di masa mendatang, terbentang tantangan yang tidak ringan bagi segenap pihak yang terlibat sekaligus menaruh perhatian, baik dari kalangan akademisi, industri migas maupun industri lainnya yang terkait, terhadap perkembangan teknologi dan industri lepas-pantai di Indonesia. Bahkan lebih dari itu, untuk sampai pada taraf “kemandirian teknologi” dalam bidang kelautan, maka tak dapat dipungkiri lagi, tenaga-tenaga ahli/SDM Indonesia harus dituntut secara aktif untuk semakin banyak lagi melibatkan diri di dalamnya. Di sisi lain, pemerintah sendiripun harus senantiasa menyadari peran aktifnya yang sinergis dan kondusif dalam menelurkan regulasi-regulasinya yang tepat bagi perkembangan teknologi dan industri kelautan Indonesia.

Daftar Pustaka

(1) API (1997), “Recommended Practice for Planning, Designing, and Constructing Tension Leg Platforms”, API RP 2T, 2nd Edition, USA.
(2) Bar-Avi, P., 1999, “Nonlinear Dynamic Response of a Tension Leg Platform”, Journal of Offshore Mechanics and Arctic Engineering, November, Vol. 121, ASME., hal. 219-226.
(3) Faltinsen, O. M. dan Demirbilek, Z., 1989, “Hydrodynamic Analysis of TLPs”, dalam “Tension Leg Platform (a State of The Art Review)”, Demirbilek, Z.,ASCE.
(4) Hirayama, H., Sao, K. dan Capanoglu, C. C., 2002, “Experience-Based Assessment of Field Development Options and Costs”, Proceeding of the 12th (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference (ISOPE), Kitakyushu, Japan, May 26-31, 2002.
(5) Litton, R. W., 1989, “TLPs and Other Deepwater Platforms”, Tension Leg Platform (a State of The Art Review), Demirbilek, Z.,ASCE.
(6) Majalah Offshore Engineering, suplemen
(7) McClelland, B. dan Reifel, M. D., 1986, Planning and Design of Fixed Offshore Platforms, Van Nostrand Reinhold Comp. Inc., New York, pp. 6-7.

Rig Pengeboran




Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah. Rig pengeboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di atas laut/lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Walaupun rig lepas pantai dapat melakukan pengeboran hingga ke dasar laut untuk mencari mineral-mineral, teknologi dan keekonomian tambang bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial. Oleh karena itu, istilah "rig" mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk melakukan pengeboran pada permukaan kerak Bumi untuk mengambil contoh minyak, air, atau mineral.
Rig pengeboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk membuat lubang yang memungkinkan pengambilan kandungan minyak atau gas bumi dari reservoir tersebut.
Rig pengeboran dapat berukuran:
  • Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pengeboran eksplorasi mineral
  • Besar, mampu melakukan pengeboran hingga ribuan meter ke dalam kerak Bumi. Pompa lumpur yang besar digunakan untuk melakukan sirkulasi lumpur pengeboran melalui mata bor dan casing (selubung), untuk mendinginkan sekaligus mengambil "bagian tanah yang terpotong" selama sumur dibor.
Katrol di rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat mendorong asam atau pasir ke dalam reservoir untuk mengambil contoh minyak dan mineral; akomodasi untuk kru yang bisa berjumlah ratusan. Rig lepas pantai dapat beroperasi ratusan hingga ribuan kilometer dari pinggir pantai.

Anjungan Minyak, Primadona Lampung Timur

SUKADANA--Debur ombak Laut Jawa yang tak henti menghantam pantai Labuhanmaringgai, Lampung Timur (Lamtim), membuat nyali bergetaran. Namun, di balik gelombang yang mengerikan itu, potensi besar terpendam. Beberapa anjungan minyak lepas pantai bertahta menghasilkan ribuan barel setiap harinya.

Dekat Pulau Segama, tempat unit pengeboran minyak itu, ternyata masih masuk otoritas wilayah Kabupaten Lampung Timur. Meskipun sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu, tidak banyak yang tahu kemegahan dan gelimang dolar sebelumnya mengalir ke pusat tanpa parkir di Lampung Timur.

Perut bumi wilayah Lampung Timur itu ternyata memiliki kandungan minyak cukup besar. Berkah itu membawa keberuntungan yang tidak sedikit bagi Lamtim.

Era otonomi daerah bergulir. Sesuai peraturan, kabupaten penghasil memperoleh bagian dari hasil eksplorasi tambang minyak lepas pantai di wilayahnya setiap tahun.

Dari semua itu selama beberapa tahun terakhir tak kurang Rp149,7 miliar dana dari bagi hasil eksploitasi minyak bumi lepas pantai Labuhan Maringgai yang masuk ke kas Pemkab Lamtim.

Walaupun pembagian hasil dianggap masih belum maksimal, penerimaan dari sektor itu terhitung cukup besar. Setidaknya memberi kontribusi sangat berarti dalam rangka menunjang pembiayaan pembangunan kabupaten di Lampung, khususnya Kabupaten Lamtim.

Tambang minyak bumi di wilayah lepas pantai timur Labuhanmaringgai, Lamtim, sebenarnya sudah dilaksanakan oleh perusahaan sejak 1970.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Lamtim, Bahromi Saad, mengatakan awalnya usaha penambangan minyak bumi di sekitar Pulau Segama dilakukan perusahaan penambangan minyak bumi asing, YPF Maxus Southeast Sumatera. Dalam usaha penambangan itu, selain saham YPF Maxus, terdapat juga saham perusahaan penambangan minyak bumi asing lainnya, yakni CNNOC (Cina National Oil Ofsoard Corporation) dari Cina.

Setelah melaksanakan kegiatan penambangan kurang lebih 30 tahun, YPF Maxus mengalihkan kegiatan penambangan atau eksploitasi minyak bumi itu ke CNNOC. Sejak akhir 2002 peusahaan penambangan minyak bumi lepas pantai dari Cina itulah yang melaksanakan eksploitasi atau penambangan minyak bumi dan gas, sekaligus pemegang saham mayoritas.

Pada kurun waktu 1970--Maret 1999, tidak jelas bagi hasil dari eksploitasi minyak bumi pada waktu itu. Yang jelas, kata Bahromi, sejak didefenitifkan menjadi kabupaten pada April 1999, baru pada 2000 Lamtim mendapat bagian.

Jumlah dana bagi hasil untuk Lamtim pada waktu itu--belum jadi kabupaten penghasil--sama dengan kabupaten/kota lainnya di Lampung, yaitu Rp13,3 miliar.

Dana pada 2001, berdasarkan SK Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No.357/K/80/MEM/2001, Lamtim mendapat bagian 1,9 juta barel atau senilai Rp20,4 miliar. Sedangkan untuk kabupaten/kota lainnya di seluruh Lampung mendapat bagian yang sama masing-masing Rp13,4 miliar.

Pada 2002, dana bagi hasil untuk Lamtim sebagai kabupaten penghasil meningkat menjadi Rp39 miliar (4,428 juta barel). Kemudian untuk kabupaten/kota lainnya di provinsi Lampung masing-masing mendapat Rp15,476 miliar.

Pada 2003 Kabupaten Lamtim mendapat bagian Rp42 miliar. Sementara kabupaten/kota lain di provinsi Lampung pada tahun yang sama, masing-masing mendapat Rp12,256 miliar.

Kemudian pada 2004 dana bagi hasilnya menurun menjadi Rp35 miliar. Sedangkan untuk 2005, jumlah pasti dana bagi hasil minyak bumi untuk Lamtim tersebut belum bisa dipastikan nilainya. Hanya diperkirakan pada 2005 Lamtim akan mendapat sekitar Rp39,5 miliar. Dari perkiraan itu, jumlah dana bagi hasil yang telah diterima Lamtim pada 2005 telah mencapai Rp27,2 miliar (triwulan I Rp16,7 miliar dan triwulan II Rp10,5 miliar).

Pemasukan dana bagi hasil eksploitasi minyak bumi di lepas pantai Labuhanmaringgai itu masih menjadi primadona penerimaan terbesar Lamtim. Termasuk juga bagi kabupaten lain di Lampung yang ikut mendapat berkahnya.

Dan, penerimaan cukup besar yang diterima Lamtim serta kabupaten/kota di Lampung itu masih akan terus berlanjut selama masih ada kegiatan usaha penambangan minyak bumi di lepas pantai tersebut. Sebab, berdasarkan data Dinas Pertambangan Lamtim, di lokasi penambangan minyak lepas pantai Labuhanmaringgai, Lamtim, atau di sekitar Pulau Segama, hingga 2002 masih terdapat cadangan minyak bumi puluhan juta barel.

Dilihat dari besarnya dana bagi hasil yang diperoleh, diakui atau tidak hal itu sudah sangat membantu masing-masing kabupaten dalam menunjang pembiayaan pembangunan daerahnya. n DJONI HARTAWAN JAYA/D-1

Energi Minyak & Gas Bumi dan Asuransi

Indonesia adalah negara pengekspor terpenting minyak bumi di kawasan asia dan pengekspor gas bumi terbesar di dunia. Premi yang dibayar Pertamina sebagai perusahaan milik pemerintah yang berwenang mengelola sektor pertambangan minyak dan gas bumi atas seluruh asetnya mencapai 42 juta dolar AS. Jumlah ini sangat besar, namun belum sepenuhnya dapat kita nikmati dan merupakan peluang besar bagi perkembangan industri asuransi di Indonesia.
Minyak dan Gas Bumi

Minyak (petroleoum: petro=batu, leoum=minyak), merupakan campuran molekul karbon dan hidrogen yang terbentuk dari sedimen sisa-sisa hewan dan tumbuh-tumbuhan yang terperangkap selama jutaan tahun. Akibat kombinasi efek temperatur dan tekanan di dalam kerak bumi maka terbentuklah reservoir-reservoir minyak dan gas yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Minyak bumi sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, masyarakat Yunani kuno dan Indian Amerika menggunakan minyak bumi untuk membakar kapal-kapal musuh dengan menumpahkan minyak ke lautan dan menggunakan minyak mentah untuk mencegah air merembes ke dalam perahu, dan juga sebagai campuran cat dan obat-obatan.

Jika semula minyak hanya digunakan untuk penerangan, pupuk, dan pelumas, sekarang sudah tidak terhitung banyaknya kegunaan yang dapat diberikan oleh minyak. Meningkatnya kebutuhan akan produk-produk minyak ini memacu metoda-metoda baru dalam proses penyulingannya untuk meningkatkan jumlah bahan bakar minyak dan produk lainnya dalam satu barel minyak.
Produksi Minyak dan Gas

Kegiatan sektor minyak dan gas dapat dibagi menjadi kegiatan hulu (upstream) yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi serta kegiatan hilir (downstream) yang meliputi pengolahan, penyulingan, pemasaran, dan distrubusi. Proses eksplorasi dimulai dengan pencarian wilayah yang mengandung cadangan minyak dan gas. Pemetaan geologi dan survey geofisika dan seismik dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah mana saja yang mempunyai kandungan minyak dan gas. Berdasarkan letak sumber minyak dan gas bumi tersebut, kita mengenal 2 jenis pertambangan minyak dan gas bumi yaitu di darat (on shore) dan di lepas pantai (off shore). Setelah ditemukan daerah yang mempunyai cadangan minyak maka dimulailah pemasangan fasilitas produksi dan pengeboran/drilling, kemudian pengangkatan minyak, penyulingan, proses produksi dan distribusi.

Saat ini negara yang mempunyai cadangan minyak terbesar di dunia adalah Arab Saudi dengan cadangan minyak mencapai 265 milyar barrel. Sementara di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan minyak sebesar 907,3 juta barrel dengan produksi 1.5 juta barel per hari. Pengeboran sumur minyak pertama di Indonesia dimulai tahun 1885 dengan perusahaan yang dibentuk untuk mengambil dan mengolahnya adalah Royal Dutch atau Shell Group yang kemudian menjadi produsen minyak utama di Indonesia hingga Perang Dunia II. Saat ini pun Shell masih merupakan perusahaan dengan kapasitas penyulingan terbesar di dunia dengan 4.230.000 barrel per hari. Setelah masuknya Caltex dan Stanvac, ketiga perusahaan ini menjadikan Indonesia negara penghasil minyak terbesar di Timur Jauh dengan produksi 63 juta barel per tahun di tahun 1940.

Wewenang pengaturan kegiatan hulu biasanya diberikan kepada perusahaan minyak milik pemerintah seperti Petronas di Malaysia, Pamex di Meksiko, dan di Indonesia diberikan kepada Pertamina (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara). Setelah kemerdekaan, Shell, Stanvac dan Caltex bekerjasama dengan pihak Indonesia untuk mengatur eksplorasi dan eksploitasi minyak di Indonesia yang lambat laun dilepaskan sepenuhnya kepada pihak Indonesia. Saat ini perusahaan asing tersebut mempunyai kontrak Production Sharing dengan pembagian rente ekonomi berdasarkan persentase yang besar untuk Pertamina.

Timbulnya pemanasan global yang merupakan efek rumah kaca yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan kesepakatan antara negara-negara di dunia untuk mengurangi tingkat emisi rumah kaca. Berdasarkan Protokol Tokyo tahun 1997 yang merupakan kelanjutan dari kesepakatan bumi di Rio de Jeneiro, tingkat emisi rata-rata di tahun 2008 harus 5% dibawah tingkat emisi tahun 1990. Akibatnya penggunaan bahan bakar fosil akan berkurang dan tentu saja akan berdampak bagi negara pengekspor minyak dan gas bumi seperti Indonesia. Apalagi sebagian besar ekspor minyak dan gas kita di ekspor ke Jepang yang terikat Protokol Tokyo.

Tapi hal ini tidak mempengaruhi investasi di sektor minyak dan gas, jika selama tiga tahun terakhir tren investasi di sektor ini menunjukkan kecenderungan menurun, maka di tahun 2003 ini diperkirakan akan naik sebesar 15%. Hal ini disebabkan dengan ditemukannya beberapa sumber cadangan minyak dan gas bumi di beberapa daerah, misalnya….
Risiko-risiko yang dihadapi

Kegiatan di sektor minyak dan gas bumi mempunyai karakteristik risiko frekuensi terjadinya kerugian tinggi dan kalau terjadi kecelakaan akan menyebabkan jumlah kerugian yang besar dan seringkali fatal. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam sektor ini juga sangat cepat yang potensial menimbulkan risiko-risiko baru atau malah dapat menekan tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Salah satu cara untuk menekan tingginya tingkat risiko yang dihadapi adalah dengan adanya sistem manajemen keselamatan proses yang menjamin bahwa fasilitas industri perminyakan telah dirancang dan dioperasikan dengan memperhatikan aspek keselamatan kerja.

Objek dalam asuransi minyak dan gas adalah aset, antara lain fasilitas pengilangan minyak, sumur minyak, anjungan lepas pantai, alat pengeboran sumur, dan proyek konstruksinya serta orang-orang yang terlibat dalam kegiatan minyak dan gas, yang dapat menjadi objek asuransi kecelakaan kerja, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, maupun dana pensiun. Objek berupa aset juga dapat diikuti dengan kerugian finansial dari perkiraan pendapatan yang akan diperoleh akibat terjadinya kerusakan (business interruption), dan kerugian atas timbulnya tanggung jawab hukum akibat tuntutan pihak ketiga yang menderita kerugian akibat kerusakan properti maupun terhadap jiwa manusia atau luka badan.

Risiko-risiko yang mungkin dihadapi diantaranya adalah blowout yang disebablan oleh major peril (Fire, Lightning, Explosion) dan kesalahan manusia (human error), construction defect, design defect, subsidence, yang dihadapi selama periode konstruksi, dan tabrakan, kandas, dan tenggelam yang disebabkan oleh marine peril. Bayangkan berapa besar kerugian yang dapat dialami apabila suatu kilang minyak terbakar. Kerugian dari kerusakan propertinya saja mungkin sudah mencapai jutaan dollar AS belum ditambah dengan kerugian akibat kehilangan keuntungan (Business Interruption/Loss of Profit) akibat tidak berproduksinya kilang minyak tersebut. Kerugian tersebut dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan minyak dan gas bumi maupun para kontraktor dan operatornya dalam menjaga kondisi keuangannya terhadap risiko yang tidak diinginkan. Misalnya dengan konsep pemindahan risiko (risk transfer) melalui asuransi, atau dengan konsep pembiayaan risiko (risk funding) untuk risiko-risiko yang tidak dapat ditangani melalui pemindahan risiko.

Risiko-risiko yang dapat dengan nyata dihitung berdasarkan parameter ekonomi, misalnya kerusakan aset akibat terjadinya kebakaran atau besarnya biaya ganti rugi yang harus diberikan akibat tuntutan pihak ketiga dapat diatasi melalui konsep pemindahan risiko. Tetapi untuk risiko yang belum dapat dihitung berdasarkan parameter ekonomi, misalnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan minyak dan gas, dapat diatasi melalui konsep pembiayaan risiko.

Walaupun sudah ada peraturan yang mengharuskan industri tidak membuang limbah berbahaya dan beracun tanpa proses pengolahan terlebih dahulu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan namun nyatanya masih banyak industri yang melakukan pelanggaran. Karena risiko kerusakan terhadap lingkungan ini bersifat gradual dan tidak bersifat tiba-tiba dan seketika (sudden and accidental) maka dimungkinkan untuk menjadi komponen pembiayaan dalam anggaran perusahaan. Tapi tidak tertutup kemungkinan akan adanya asuransi yang khusus menjamin hal ini, tentu saja setelah ada kekuatan pengawasan secara hukum yang mengharuskan suatu badan usaha mempunyai asuransi ini dan kesiapan industri asuransi dalam menentukan jumlah dan bentuk pengganti kerugian serta berapa besar premi yang harus dibayar.
Pasar Asuransi Minyak dan Gas

Saat ini suplai asuransi minyak dan gas untuk wilayah asia hanya 2% dari suplai asuransi minyak dan gas global, dan Indonesia tidak termasuk sebagai negara penyuplai. Suplai asuransi minyak dan gas terbesar berasal dari negara Inggris (53%), diikuti oleh negar-negara Eropa lainnya (25%), Amerika Serikat (9%), dan Bermuda (10%). Bahkan negara-negara produsen minyak dan gas Asean seperti Malaysia dan Brunei juga mencari cover asuransi minyak dan gas ke Eropa. Di Indonesia sendiri, perusahaan asuransi yang menutup sektor ini hanya bisa menyerap tidak lebih dari 5% dan sisanya diserap oleh pasar global.

Sebelum dibentuknya Konsorsium Pengembangan Industri Asuransi Indonesia Minyak dan Gas Bumi (KPIAI-Migas), hanya 2 perusahaan asuransi dalam negeri yang pernah menikmati premi dari sektor ini. Hal ini mengakibatnya rendahnya tingkat pengetahuan asuransi minyak dan gas pada industri perasuransian nasional dan tingginya ketergantungan reasuransi luar negeri karena keterbatasan kapasitas. Dengan dibentuknya Konsorsium Pengembangan Industrasi Asuransi Indonesia (KPIAI) Minyak dan Gas yang beranggotakan 33 perusahaan asuransi swasta nasional, 3 perusahaan asuransi BUMN, 5 perusahaan asuransi joint venture, dan 4 perusahaan reasuransi nasional, industrasi asuransi diharapkan dapat mengembangkan dirinya di sektor minyak dan gas.

Ketergantungan pada asing masih sangat besar pada industri ini. Mulai dari dana investasi yang cukup besar, diperkirakan mencapai 1.34 milyar dollar AS dan hanya 10-15% saja yang dapat dibiayai sendiri sedang sisanya harus diperoleh dari luar atau menggandeng mitra asing, hingga penutupan asuransinya yang belum dapat ditutup oleh kapasitas asuransi nasional. Dengan adanya KPIAI-Minyak dan Gas diharapkan kapasitas asuransi dalam negeri dapat lebih ditingkatkan sehingga makin banyak premi yang dapat ditahan di dalam negeri. Jika daya serap premi dalam negeri makin besar maka akan memberikan manfaat langsung pada perekonomian nasional dengan tumbuhnya investasi dan terbukanya lapangan kerja. Bahkan bukan merupakan hal yang tidak mungkin dengan adanya aturan main yang jelas, peran industri asuransi di sektor minyak dan gas tidak hanya dapat ditingkatkan tapi juga dapat menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menciptakan industri asuransi minyak dan gas yang kuat di tingkat nasional dan bahkan regional.

Indonesi memiliki potensi energi geothermal terbesar di dunia

Berlin, 21 Oktober 2009 11:16
Indonesia memiliki potensi geothermal (panas bumi) terbesar di dunia, bagi industri energi terbarukan. Pasalnya, secara geografis Indonesia terletak di jalur ring of fire (cincin api) dunia. Banyaknya gunungapi (volcanos), menjadikan Indonesia memiliki sumber panas bumi berlimpah.

“Potensinya sekitar 27 Gigawatt dan banyak yang belum tereksplorasi,” papar David Bruhn, peneliti senior pada institusi GeoForschungZentrum Potsdam, Jerman, dalam forum Indonesia Business Day (IBD), belum lama ini.

Diskusi yang digelar di Kota Berlin, Jerman, itu mengusung tema “Mobility and Energy: Potentials, Business Opportunities, and Challenges”, atas kerja sama antara KBRI di Berlin dengan Pemerintah Kota Berlin, dalam kerangka Asia Pacific Week 2009.

Dalam pembahasan mengenai investasi di sektor transportasi, pengembangan infrastruktur di Jakarta sebagai ibukota metropolitan menjadi sorotan tersendiri dan berpeluang besar bagi terbukanya kerja sama investasi yang menjanjikan dengan Jerman. Sementara itu, peluang investasi asing jangka panjang difokuskan pada potensi pengembangan infrastruktur jalur penghubung antara Pulau Jawa dengan bagian Timur Indonesia, baik melalui darat, udara, maupun laut.

Dubes RI untuk Republik Federal Jerman Eddy Pratomo menekankan peran penting promosi peluang investasi asing di sektor energi dan transportasi dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya terkait dengan upaya untuk mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global. Dengan didukung oleh kebijakan yang memudahkan bagi investasi, katanya, pemerintah telah menawarkan peluang-peluang investasi di berbagai sektor termasuk kedua bidang tersebut di atas.

Lebih lanjut disampaikan bahwa Indonesia berhasil meminimalisir dampak dari krisis ekonomi global, bahkan berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif dan menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara dan ketiga tertinggi diantara negara G-20.

Tema transportasi dan energi, menurut Eddy Pratomo kepada Gatra.com, adalah tema-tema yang menarik bagi Jerman untuk berinvestasi di negara negara Asia Pasifik, “Hal ini selaras dengan kepentingan kita. Apalagi dunia memang mengalami ancaman kebutuhan energi,” tambahnya. Di samping itu, transportasi Indonesia masih membutuhkan manajemen yang lebih baik.

Deputi Bidang Promosi BKPM, Darmawan Djajusman dalam paparan mewakili Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menekankan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim investasi yang environmentally friendly. Dengan prediksi pertumbuhan GDP sebesar 6,6% selama kurun waktu 2004-2009, Indonesia saat ini berada pada posisi ke-21 sebagai negara yang paling menarik untuk tujuan foreign direct investment (FDI).

Untuk itu, keterlibatan Jerman di sektor energi dan infrastruktur transportasi diharapkan mampu mengisi kebutuhan investasi bagi pembangunan nasional yang diperkirakan mencapai nilai US$ 426 milyar.

Dalam rangka memfasilitasi perusahaan Jerman yang akan melakukan usaha di Indonesia, KBRI Berlin bekerjasama dengan BKPM telah menyiapkan buku saku panduan berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu, Dubes Eddy Pratomo menggunakan kesempatan IBD untuk melakukan peluncuran handbook “How to Do Business in Indonesia” yang disusun oleh KBRI Berlin bekerja sama dengan BKPM yang telah dikonsultasikan dengan departemen perdagangan dan departemen perindustrian. Buku ini juga memuat berbagai informasi mengenai berbagai peluang investasi yang dapat dilakukan di Indonesia.

Offshore Drilling (Natural Oil & Gas)

Drilling for natural gas offshore, in some instances hundreds of miles away from the nearest landmass, poses a number of different challenges over drilling onshore. The actual drilling mechanism used to delve into the sea floor is much the same as can be found on an onshore rig. However, with drilling at sea, the sea floor can sometimes be thousands of feet below sea level. Therefore, while with onshore drilling the ground provides a platform from which to drill, at sea an artificial drilling platform must be constructed.



Drilling offshore dates back as early as 1869, when one of the first patents was granted to T.F. Rowland for his offshore drilling rig design. This rig was designed to operate in very shallow water, but the anchored four legged tower bears much resemblance to modern offshore rigs. It wasn't until after World War II that the first offshore well, completely out of sight from land, was drilled in the Gulf of Mexico in 1947. Since then, offshore production, particularly in the Gulf of Mexico, has been very successful, with the discovery and delivery of a great number of large oil and gas deposits. Learn about offshore drilling statistics, including the number of wells being drilled and their productivity. Learn about the environmental effects of drilling for petroleum offshore.

The Drilling Template

Since the land that is going to be drilled through cannot provide a base for offshore drilling as it does for onshore drilling, an artificial platform must be created. This artificial platform can take many forms, depending on the characteristics of the well to be drilled, including how far underwater the drilling target is. One of the most important pieces of equipment for offshore drilling is the subsea drilling template. Essentially, this piece of equipment connects the underwater well site to the drilling platform on the surface of the water. This device, resembling a cookie cutter, consists of an open steel box with multiple holes in it, dependent on the number of wells to be drilled. This drilling template is placed over the well site, usually lowered into the exact position required using satellite and GPS technology. A relatively shallow hole is then dug, in which the drilling template is cemented into place. The drilling template, secured to the sea floor and attached to the drilling platform above with cables, allows for accurate drilling to take place, but allows for the movement of the platform above, which will inevitably be affected by shifting wind and water currents.

In addition to the drilling template, a blowout preventer is installed on the sea floor. This system, much the same as that used in onshore drilling, prevents any oil or gas from seeping out into the water. Above the blowout preventer, a specialized system known as a 'marine riser' extends from the sea floor to the drilling platform above. The marine riser is designed to house the drill bit and drillstring, and yet be flexible enough to deal with the movement of the drilling platform. Strategically placed slip and ball joints in the marine riser allow the subsea well to be unaffected by the pitching and rolling of the drilling platform.