Indonesia adalah negara pengekspor terpenting minyak bumi di kawasan asia dan pengekspor gas bumi terbesar di dunia. Premi yang dibayar Pertamina sebagai perusahaan milik pemerintah yang berwenang mengelola sektor pertambangan minyak dan gas bumi atas seluruh asetnya mencapai 42 juta dolar AS. Jumlah ini sangat besar, namun belum sepenuhnya dapat kita nikmati dan merupakan peluang besar bagi perkembangan industri asuransi di Indonesia.
Minyak dan Gas Bumi
Minyak (petroleoum: petro=batu, leoum=minyak), merupakan campuran molekul karbon dan hidrogen yang terbentuk dari sedimen sisa-sisa hewan dan tumbuh-tumbuhan yang terperangkap selama jutaan tahun. Akibat kombinasi efek temperatur dan tekanan di dalam kerak bumi maka terbentuklah reservoir-reservoir minyak dan gas yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Minyak bumi sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, masyarakat Yunani kuno dan Indian Amerika menggunakan minyak bumi untuk membakar kapal-kapal musuh dengan menumpahkan minyak ke lautan dan menggunakan minyak mentah untuk mencegah air merembes ke dalam perahu, dan juga sebagai campuran cat dan obat-obatan.
Jika semula minyak hanya digunakan untuk penerangan, pupuk, dan pelumas, sekarang sudah tidak terhitung banyaknya kegunaan yang dapat diberikan oleh minyak. Meningkatnya kebutuhan akan produk-produk minyak ini memacu metoda-metoda baru dalam proses penyulingannya untuk meningkatkan jumlah bahan bakar minyak dan produk lainnya dalam satu barel minyak.
Produksi Minyak dan Gas
Kegiatan sektor minyak dan gas dapat dibagi menjadi kegiatan hulu (upstream) yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi serta kegiatan hilir (downstream) yang meliputi pengolahan, penyulingan, pemasaran, dan distrubusi. Proses eksplorasi dimulai dengan pencarian wilayah yang mengandung cadangan minyak dan gas. Pemetaan geologi dan survey geofisika dan seismik dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah mana saja yang mempunyai kandungan minyak dan gas. Berdasarkan letak sumber minyak dan gas bumi tersebut, kita mengenal 2 jenis pertambangan minyak dan gas bumi yaitu di darat (on shore) dan di lepas pantai (off shore). Setelah ditemukan daerah yang mempunyai cadangan minyak maka dimulailah pemasangan fasilitas produksi dan pengeboran/drilling, kemudian pengangkatan minyak, penyulingan, proses produksi dan distribusi.
Saat ini negara yang mempunyai cadangan minyak terbesar di dunia adalah Arab Saudi dengan cadangan minyak mencapai 265 milyar barrel. Sementara di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan minyak sebesar 907,3 juta barrel dengan produksi 1.5 juta barel per hari. Pengeboran sumur minyak pertama di Indonesia dimulai tahun 1885 dengan perusahaan yang dibentuk untuk mengambil dan mengolahnya adalah Royal Dutch atau Shell Group yang kemudian menjadi produsen minyak utama di Indonesia hingga Perang Dunia II. Saat ini pun Shell masih merupakan perusahaan dengan kapasitas penyulingan terbesar di dunia dengan 4.230.000 barrel per hari. Setelah masuknya Caltex dan Stanvac, ketiga perusahaan ini menjadikan Indonesia negara penghasil minyak terbesar di Timur Jauh dengan produksi 63 juta barel per tahun di tahun 1940.
Wewenang pengaturan kegiatan hulu biasanya diberikan kepada perusahaan minyak milik pemerintah seperti Petronas di Malaysia, Pamex di Meksiko, dan di Indonesia diberikan kepada Pertamina (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara). Setelah kemerdekaan, Shell, Stanvac dan Caltex bekerjasama dengan pihak Indonesia untuk mengatur eksplorasi dan eksploitasi minyak di Indonesia yang lambat laun dilepaskan sepenuhnya kepada pihak Indonesia. Saat ini perusahaan asing tersebut mempunyai kontrak Production Sharing dengan pembagian rente ekonomi berdasarkan persentase yang besar untuk Pertamina.
Timbulnya pemanasan global yang merupakan efek rumah kaca yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan kesepakatan antara negara-negara di dunia untuk mengurangi tingkat emisi rumah kaca. Berdasarkan Protokol Tokyo tahun 1997 yang merupakan kelanjutan dari kesepakatan bumi di Rio de Jeneiro, tingkat emisi rata-rata di tahun 2008 harus 5% dibawah tingkat emisi tahun 1990. Akibatnya penggunaan bahan bakar fosil akan berkurang dan tentu saja akan berdampak bagi negara pengekspor minyak dan gas bumi seperti Indonesia. Apalagi sebagian besar ekspor minyak dan gas kita di ekspor ke Jepang yang terikat Protokol Tokyo.
Tapi hal ini tidak mempengaruhi investasi di sektor minyak dan gas, jika selama tiga tahun terakhir tren investasi di sektor ini menunjukkan kecenderungan menurun, maka di tahun 2003 ini diperkirakan akan naik sebesar 15%. Hal ini disebabkan dengan ditemukannya beberapa sumber cadangan minyak dan gas bumi di beberapa daerah, misalnya….
Risiko-risiko yang dihadapi
Kegiatan di sektor minyak dan gas bumi mempunyai karakteristik risiko frekuensi terjadinya kerugian tinggi dan kalau terjadi kecelakaan akan menyebabkan jumlah kerugian yang besar dan seringkali fatal. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam sektor ini juga sangat cepat yang potensial menimbulkan risiko-risiko baru atau malah dapat menekan tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Salah satu cara untuk menekan tingginya tingkat risiko yang dihadapi adalah dengan adanya sistem manajemen keselamatan proses yang menjamin bahwa fasilitas industri perminyakan telah dirancang dan dioperasikan dengan memperhatikan aspek keselamatan kerja.
Objek dalam asuransi minyak dan gas adalah aset, antara lain fasilitas pengilangan minyak, sumur minyak, anjungan lepas pantai, alat pengeboran sumur, dan proyek konstruksinya serta orang-orang yang terlibat dalam kegiatan minyak dan gas, yang dapat menjadi objek asuransi kecelakaan kerja, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, maupun dana pensiun. Objek berupa aset juga dapat diikuti dengan kerugian finansial dari perkiraan pendapatan yang akan diperoleh akibat terjadinya kerusakan (business interruption), dan kerugian atas timbulnya tanggung jawab hukum akibat tuntutan pihak ketiga yang menderita kerugian akibat kerusakan properti maupun terhadap jiwa manusia atau luka badan.
Risiko-risiko yang mungkin dihadapi diantaranya adalah blowout yang disebablan oleh major peril (Fire, Lightning, Explosion) dan kesalahan manusia (human error), construction defect, design defect, subsidence, yang dihadapi selama periode konstruksi, dan tabrakan, kandas, dan tenggelam yang disebabkan oleh marine peril. Bayangkan berapa besar kerugian yang dapat dialami apabila suatu kilang minyak terbakar. Kerugian dari kerusakan propertinya saja mungkin sudah mencapai jutaan dollar AS belum ditambah dengan kerugian akibat kehilangan keuntungan (Business Interruption/Loss of Profit) akibat tidak berproduksinya kilang minyak tersebut. Kerugian tersebut dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan minyak dan gas bumi maupun para kontraktor dan operatornya dalam menjaga kondisi keuangannya terhadap risiko yang tidak diinginkan. Misalnya dengan konsep pemindahan risiko (risk transfer) melalui asuransi, atau dengan konsep pembiayaan risiko (risk funding) untuk risiko-risiko yang tidak dapat ditangani melalui pemindahan risiko.
Risiko-risiko yang dapat dengan nyata dihitung berdasarkan parameter ekonomi, misalnya kerusakan aset akibat terjadinya kebakaran atau besarnya biaya ganti rugi yang harus diberikan akibat tuntutan pihak ketiga dapat diatasi melalui konsep pemindahan risiko. Tetapi untuk risiko yang belum dapat dihitung berdasarkan parameter ekonomi, misalnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan minyak dan gas, dapat diatasi melalui konsep pembiayaan risiko.
Walaupun sudah ada peraturan yang mengharuskan industri tidak membuang limbah berbahaya dan beracun tanpa proses pengolahan terlebih dahulu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan namun nyatanya masih banyak industri yang melakukan pelanggaran. Karena risiko kerusakan terhadap lingkungan ini bersifat gradual dan tidak bersifat tiba-tiba dan seketika (sudden and accidental) maka dimungkinkan untuk menjadi komponen pembiayaan dalam anggaran perusahaan. Tapi tidak tertutup kemungkinan akan adanya asuransi yang khusus menjamin hal ini, tentu saja setelah ada kekuatan pengawasan secara hukum yang mengharuskan suatu badan usaha mempunyai asuransi ini dan kesiapan industri asuransi dalam menentukan jumlah dan bentuk pengganti kerugian serta berapa besar premi yang harus dibayar.
Pasar Asuransi Minyak dan Gas
Saat ini suplai asuransi minyak dan gas untuk wilayah asia hanya 2% dari suplai asuransi minyak dan gas global, dan Indonesia tidak termasuk sebagai negara penyuplai. Suplai asuransi minyak dan gas terbesar berasal dari negara Inggris (53%), diikuti oleh negar-negara Eropa lainnya (25%), Amerika Serikat (9%), dan Bermuda (10%). Bahkan negara-negara produsen minyak dan gas Asean seperti Malaysia dan Brunei juga mencari cover asuransi minyak dan gas ke Eropa. Di Indonesia sendiri, perusahaan asuransi yang menutup sektor ini hanya bisa menyerap tidak lebih dari 5% dan sisanya diserap oleh pasar global.
Sebelum dibentuknya Konsorsium Pengembangan Industri Asuransi Indonesia Minyak dan Gas Bumi (KPIAI-Migas), hanya 2 perusahaan asuransi dalam negeri yang pernah menikmati premi dari sektor ini. Hal ini mengakibatnya rendahnya tingkat pengetahuan asuransi minyak dan gas pada industri perasuransian nasional dan tingginya ketergantungan reasuransi luar negeri karena keterbatasan kapasitas. Dengan dibentuknya Konsorsium Pengembangan Industrasi Asuransi Indonesia (KPIAI) Minyak dan Gas yang beranggotakan 33 perusahaan asuransi swasta nasional, 3 perusahaan asuransi BUMN, 5 perusahaan asuransi joint venture, dan 4 perusahaan reasuransi nasional, industrasi asuransi diharapkan dapat mengembangkan dirinya di sektor minyak dan gas.
Ketergantungan pada asing masih sangat besar pada industri ini. Mulai dari dana investasi yang cukup besar, diperkirakan mencapai 1.34 milyar dollar AS dan hanya 10-15% saja yang dapat dibiayai sendiri sedang sisanya harus diperoleh dari luar atau menggandeng mitra asing, hingga penutupan asuransinya yang belum dapat ditutup oleh kapasitas asuransi nasional. Dengan adanya KPIAI-Minyak dan Gas diharapkan kapasitas asuransi dalam negeri dapat lebih ditingkatkan sehingga makin banyak premi yang dapat ditahan di dalam negeri. Jika daya serap premi dalam negeri makin besar maka akan memberikan manfaat langsung pada perekonomian nasional dengan tumbuhnya investasi dan terbukanya lapangan kerja. Bahkan bukan merupakan hal yang tidak mungkin dengan adanya aturan main yang jelas, peran industri asuransi di sektor minyak dan gas tidak hanya dapat ditingkatkan tapi juga dapat menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menciptakan industri asuransi minyak dan gas yang kuat di tingkat nasional dan bahkan regional.
0 komentar:
Post a Comment